Selasa, 31 Desember 2013

Kontrol Termodinamik dan Kontrol Kinetik Senyawa Organik


Pendahuluan Kontrol termodinamika atau kinetika dalam reaksi kimia dapat menentukan komposisi campuran produk reaksi ketika jalur bersaing mengarah pada produk yang berbeda serta selektivitas dari pengaruh kondisi reaksi tersebut. Kondisi reaksi seperti suhu, tekanan atau pelarut mempengaruhi jalur reaksi; maka dari itu kontrol termodinamik maupun kinetik adalah satu kesatuan dalam dalam suatu reaksi kimia. Kedua kontrol reaksi ini disebut sebagai faktor termodinamika dan faktor kinetika, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Faktor termodinamika (adanya stabilitas realtif dari produk) Pada suhu tinggi, reaksi berada di bawah kendali termodinamika (ekuilibrium, kondisi reversibel) dan produk utama berada dalam sistem lebih stabil.
2.    Faktor kinetik (kecepatan pembentukan produk) Pada temperatur rendah, reaksi ini di bawah kontrol kinetik (tingkat, kondisi irreversible) dan produk utama adalah produk yang dihasilkan dari reaksi tercepat.
Reaksi sederhana berikut (gambar 1) adalah koordinat diagram yang menggambarkan dasar tentang kontrol termodinamika dan kinetika.
Pada diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa bahan awal (SM) dapat bereaksi untuk memberikan dua produk yang berbeda yaitu P1 (garis hijau) dan P2 (garis biru) melalui jalur yang berbeda. Reaksi 1 (hijau) menghasilkan P1, dimana reaksi pada P1 akan bereaksi lebih cepat karena memiliki keadaan transisi lebih stabil (TS1). Hal ini karena adanya penghalang aktivasi yang lebih rendah. Jadi P1 adalah produk kinetik. Reaksi 2 (biru) menghasilkan P2. P2 adalah produk yang lebih stabil karena berada pada energi yang lebih rendah dari P1. Jadi P2 adalah produk termodinamika. Sekarang diperhatikan apabila temperatur pada reaksi tersebut diubah sehingga energi rata–rata molekul berubah:
1.    Pada tempearture rendah, reaksi terjadi sepanjang jalur hijau (P1) dan akan berhenti ketika kekurangan energi untuk membalikkan ke SM (irreversibel), sehingga rasio produk reaksi ditentukan oleh tingkat pembentukan P1 dan P2, K1: K2.
2.    Pada temperatur sedikit lebih tinggi akan menjadi reversibel sementara reaksi 2 tetap irreversibel. Jadi meskipun P1 dapat membentuk awalnya, dari waktu ke waktu akan kembali ke SM dan bereaksi untuk menghasilkan produk P2 yang lebih stabil.
3.    Pada suhu tinggi, baik reaksi 1 dan 2 adalah reversibel dan rasio produk reaksi ditentukan oleh konstanta kesetimbangan untuk P1 dan P2; K1 : K2
Kinetika berkaitan kecepatan reaksi, termodinamika berkaitan dengan stabilitas intermediet atau produk yang terjadi. Reaksi karbonil merupakan contoh reaksi yang menarik untuk membahas kontrol reaksi. Hal ini dikarenakan banyaknya produk yang bisa saja terbentuk jika tidak dikontrol secara ketat. Ini berkaitan dengan adanya “diverse reactivity” senyawa karbonil. Di satu sisi dia bisa berperilaku sebagai elektrofil, namun juga bisa bersifat nukleofil pada kondisi tertentu. Satu contoh misalnya pada reaksi Aldol, dengan 2 reaktan (A dan B) yang sama-sama mempunyai hidrogen alfa, maka kemungkinan reaksi yang terjadi: A + A, A + B, B + A, dan B + B. Artinya, selain adanya kondensasi silang, juga terdapat selfcondensation. Belum selesai masalah tersebut jika ternyata senyawa A ata B berupa molekul asimetri sehingga adanya 2 kemungkinan H alfa yang menghasilkan intermediet yang berbeda (regioselektivitas).

Kemoselektivitas dan Regioselektivitas
Dalam reaksi dikenal istilah kemoselektivitas dan regioselektivitas. Kedua selektivitas tersebut dapat dikontrol dengan cara kinetika dan termodinamika. Namun sebelumnya, apakah pengertian kemoseletivitas dan regioselektivitas?
1.    Kemoselektivitas adalah memilih untuk dapat mereaksikan salah satu gugus fungsional dari dua gugus yang berada pada satu molekul. Contoh pada senyawa karbonil, yang bisa berperan sebagai nukleofil (sebagai enolat) dan juga elektrofil.
2.    Regioselektivitas adalah memilih untuk dapat mereaksikan salah satu dari gugus fungsional yang sama pada satu molekul. Contoh keton asimetris, yang memiliki dua atom C alfa yang bisa berperan sebagai nukleofil.

1. Termodinamik untuk Reaksi
Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah daripada energi bebas reaktan, yakni ∆G harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
G = ∆HTS
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan energi ikat (meliputi energi resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan dengan produk. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi. Molekul rantai terbuka mempunyai entropi yang lebih besar daripada molekul lingkar karena lebih banyak konformasinya. Pembukaan cincin berarti penambahan entropi dan penutupan berarti pengurangan entropi.

2. Persyaratan Kinetik Reaksi
Entalpi aktivasi (∆H) adalah perbedaan energi ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ∆H. Adalah benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat berpengaruhi pada ∆H dan bukan ∆H.
Entropi aktivasi (∆S) yang merupakan perbedaan entropi antara senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. 

3. Kontrol Kinetik dan Kontrol Termodinamik 
        Ada banyak hal dalam mana suatu senyawa di bawah kondisi reaksi yang  diberikan dapat mengalami reaksi kompotisi menghasilkan produk yang berbeda.
 
Gambar diatas  memperlihatkan profil energi-bebas untuk suatu reaksi dalam mana B lebih stabil secara termodinamika daripada C (∆G lebih rendah), tapi C terbentuk lebih cepat (∆G lebih rendah). Jika tidak ada satupun reaksi yang revesibel maka C akan terbentuk lebih banyak karena terbentuk lebih cepat. Produk tersebut dikatakan terkontrol secara kinetik (kinetically controlled). Akan tetapi, jika reaksi adalah reversibel maka hal tersebut tidak menjadi penting. jika proses dihentikan sebelum kesetimbangan tercapai maka reaksi akan dikontrol oleh kinetik karena akan lebih banyak diperoleh produk yang cepat terbentuk. Akan tetapi jika reaksi dibiarkan sampai mendekati kesetimbangan maka produk yang akan dominan adalah B. di bawah kondisi tersebut, C yang mula-mula terbentuk akan kembali ke A, sementara B yang lebih stabil tidak berkurang banyak. Maka dikatan bahwa produk terkontrol secara termodinamik (thermodynamically controlled).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH BERKOMENTAR :)